
IKNBISNIS.COM, BALIKPAPAN – Dukungan penuh semangat dari suporter Persiba Balikpapan yang memadati Stadion Batakan, belum mampu menyelamatkan klub kebanggaan mereka dari situasi yang penuh ketidakpastian.
Di tengah upaya mempertahankan eksistensi klub, suara keprihatinan mulai terdengar dari tokoh di balik layar, menyerukan agar Persiba kembali menjadi milik kota asalnya.
“Jujur saja, saya dan Pak Wali Kota itu setengah hati sekarang mengurus Persiba,” ungkap Pembina Persiba Balikpapan, Alwi Al Qadri, Kamis (31/7/2025).
Tidak hanya mengejutkan banyak pihak, ungkapan ini juga mengandung kekecewaan mendalam dari mereka yang telah berjuang di balik layar demi kelangsungan klub berjuluk “Beruang Madu” tersebut.
Masalah utama yang kini membelenggu bukan sekadar performa di lapangan atau minimnya sponsor. Namun, kepemilikan klub saat ini yang sepenuhnya berada di tangan pihak luar daerah.
Tidak ada sepeser pun saham milik Pemerintah Kota Balikpapan atau para tokoh yang selama ini berjuang mempertahankan nyawa klub di tengah keterbatasan.
“Ini yang banyak masyarakat belum tahu. Kami ini bantu karena panggilan hati, bukan karena punya saham atau kewajiban,” tambah Alwi.
Bersama Wali Kota Rahmad Mas’ud, ia bahkan turun langsung membantu pembiayaan dan operasional Persiba saat berlaga di Liga 3, mulai dari tiket pesawat pemain, makan, tempat tinggal, hingga latihan.
Namun ketidakpastian menyelimuti setiap langkah. Bagi Alwi dan Rahmad Mas’ud, membangun tim tanpa memiliki kendali atas klub ibarat merenovasi rumah orang lain. “Kalau rumah itu nanti dijual, kita dapat apa? Ya tidak dapat apa-apa,” ucapnya.
Ketakutan terbesar bukan hanya soal dana yang habis tanpa kejelasan arah, tapi juga nasib masa depan klub. Dalam kondisi seperti ini, sangat mungkin klub dijual sewaktu-waktu, bahkan berganti nama atau dibawa keluar dari Balikpapan.
Sebuah mimpi buruk bagi warga kota yang menjadikan Persiba sebagai identitas dan kebanggaan.
“Kalau tidak bisa 100 persen, ya minimal 50 persen saham itu dikembalikan ke Pemerintah Kota Balikpapan. Tapi ketika kami coba negosiasi, harga yang ditawarkan tidak masuk akal,” keluh Alwi.
Ia menegaskan, permintaan itu bukan demi keuntungan pribadi atau komersial, melainkan demi menjaga Persiba tetap menjadi milik Balikpapan.
Hingga hari ini, lanjut Alwi, dirinya masih mengurus segala kebutuhan klub, bahkan telah mengeluarkan lebih dari Rp500 juta dari kantong pribadi. Namun semua itu terasa berat jika klub tetap berada di bawah kuasa pihak lain.
Dari sisi pendanaan, absennya sponsor besar turut memperparah keadaan. Di Liga 3, hampir tidak ada perusahaan yang mau menjadi mitra. Kini di Liga 2, beban makin besar, sementara kepastian dukungan belum terlihat.
Situasi ini memicu keresahan di kalangan suporter. Mereka mempertanyakan komitmen pemerintah, padahal faktanya justru sebaliknya. Pemerintah dan tokoh lokal sudah turun tangan, tetapi tangan mereka terikat tanpa kepemilikan yang sah.
Alwi tak memungkiri bahwa dirinya tidak tahu pasti bagaimana Persiba bisa berpindah tangan ke luar Balikpapan. Namun ia yakin, belum terlambat untuk merebut kembali kendali atas klub.
“Saya hanya berharap Persiba tidak dibawa keluar dan tidak berganti nama. Balikpapan berhak atas klub ini. Kita ingin Persiba kembali ke bumi pertiwi, kembali ke rumahnya sendiri,” tegasnya.
Saat ini, masa depan Persiba bergantung pada satu hal: apakah klub ini akan tetap menjadi milik dan kebanggaan warga Balikpapan, atau akan menjadi lembar sejarah yang perlahan memudar karena tak lagi memiliki akar tempat berpijak. (*)