Kadis DP3AKB Balikpapan, Heria Prisni.

IKNBISNIS.COM, BALIKPAPAN – Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan menggelar Rembuk Stunting di Balai Kota Balikpapan, Senin (10/3/2025) sebagai langkah strategis untuk menekan angka prevalensi stunting yang tercatat sebesar 14,68 persen pada Oktober 2024.

Adapun, kegiatan ini merupakan bagian dari upaya percepatan penurunan stunting sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 73 Tahun 2021 mengenai percepatan penurunan stunting.

Hadir dalam kegiatan tersebut Asisten Bidang Perekonomian, Pembangunan, dan Kesejahteraan Rakyat Setdakot Balikpapan, Andi Muhammad Yusri Ramli yang memimpin jalannya kegiatan serta turut dihadiri Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Balikpapan, Heria Prisni.

Pada kesempatan itu, Heria Prisni menyoroti tren kenaikan angka prevalensi stunting di kota Balikpapan sejak 2023 yang mencapai 21,6 persen.

“Meskipun lebih rendah dibandingkan provinsi dan setara nasional, namun ini tertinggi selama lima tahun terakhir,” kata Heria Prisni.

Berdasarkan data e-PPGBM hasil intervensi serentak pada Juni 2024, sebanyak 12,4 persen balita di Balikpapan terindikasi mengalami stunting.

Angka ini mengalami kenaikan 0,76 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, upaya penurunan stunting telah masuk dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2029.

Heria menjelaskan bahwa berbagai strategi telah disusun, mulai dari analisis situasi, perencanaan intervensi, hingga regulasi daerah yang mendukung percepatan penurunan stunting.

Pemkot Balikpapan juga terus memperkuat komitmen dengan berbagai program yang menyasar kelompok rentan. Diantaranya, edukasi kepada remaja putri mengenai konsumsi tablet tambah darah, bimbingan calon pengantin, serta pemberian bantuan tunai bersyarat dan pangan non-tunai kepada Puskesmas.

“Kegiatan sosialisasi tentang penganekaragaman konsumsi pangan juga terus dilakukan,” tambahnya.

Sementara itu, pakar audit kasus stunting, dr. Hittoh Fattory menerangkan bahwa pola makan yang kurang baik menjadi faktor utama penyebab stunting.

Karenanya, ia turut menekankan pentingnya edukasi dan pelatihan mengenai pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tepat bagi orang tua dan masyarakat.

Ia menyebutkan, berdasarkan audit kasus yang pernah dilakukan, dari sejumlah anak yang menerima intervensi gizi, sebagai besar di antaranya mengalami perbaikan status gizi secara signifikan.

“Dalam audit yang pernah kami lakukan, 15 anak yang menerima intervensi gizi menunjukkan hasil positif, 14 di antaranya mengalami peningkatan status gizi,” tuturnya.

Meski demikian, dr Hittoh menuturkan bahwa kendala yang kerap dialami yakni sistem rujukan asuransi kesehatan negara yang membatasi kontrol pasien yang terbatas, hanya sekali sebulan.

Padahal, kata dia, dalam mengatasi stunting diperlukan pemantauan berkala, skrining lebih sering, serta konsultasi lanjutan agar intervensi gizi dapat berjalan optimal dan memberikan hasil yang maksimal.

“Ini jadi kendala bagi tenaga medis dalam melakukan perawatan secara komprehensif,” Imbuhnya.

Kegiatan Rembuk Stunting ini diharapkan menjadi momentum bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat koordinasi dalam menanggulangi stunting di Balikpapan. Melalui langkah strategis yang tepat, permasalahan stunting dapat ditekan dan bahkan diharapkan dapat teratasi sepenuhnya di Kota Balikpapan ke depannya. (*)

Penulis: Yandri Rinaldi