IKNBISNIS.COM, BALIKPAPAN – Polemik akses jalan tembus antara Perumahan Wika dan Balikpapan Baru kembali menjadi sorotan setelah warga menyampaikan keluhan terkait pembukaan jalan tersebut.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Balikpapan, Haris mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima banyak masukan dari masyarakat mengenai persoalan ini.

Dia menjelaskan, sebelumnya DPRD Balikpapan telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan warga Perumahan Wika. Dalam RDP tersebut warga perumahan Wika mengusulkan agar akses jalan tidak dibuka 24 jam hingga sarana dan prasarana pendukungnya siap.

Haris menyatakan bahwa aspirasi warga telah diteruskan DPRD kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk dilakukan tindak lanjut.

“Kami dari DPRD sudah sampaikan kepada OPD terkait bahwa sebelum sarana dan prasarananya ini jadi, kalau bisa jangan dulu 24 jam, namun menunggu kajian,” kata Haris saat dijumpai media, Senin (17/2/2025).

Dalam pertemuan yang dilakukan Komisi III di lapangan bersama warga perumahan wika, warga mengakui keberatan dibukanya akses jalan selama 24 jam untuk umum dengan alasan keamanan dan kenyamanan.

Menanggapi hal tersebut, Haris mengatakan bahwa Komisi III DPRD Balikpapan bersedia menindaklanjuti dengan merekomendasikan rekayasa lalu lintas yang membatasi akses penggunaan jalan hingga pukul 22:00 Wita.

“Jika ada orang yang melintas sampai jam 12 lewat atau jam 1 malam dan masih melewati jalan, kami akan sampaikan hal ini, kami akan minta rekayasa lalulintas sampai jam 22:00 dulu,” ujarnya.

Haris turut mengingatkan bahwa sejak tahun 2020, Perumahan Wika telah diserahkan kepada Pemerintah Kota Balikpapan. Melalui penyerahan tersebut, semua fasilitas Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) di dalamnya kini menjadi tanggung jawab pemerintah kota.

Oleh karena itu, pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur penggunaan fasilitas tersebut demi kepentingan masyarakat secara luas.

“Kalau pemerintah kota ingin mengatur masyarakat, tentu harus ada sosialisasi. Tapi kalau warga merasa tidak terwakili dan tetap ngotot, mereka bisa mengajukan protes ke pihak Wika.

Jika mereka tidak ingin PSU diserahterimakan, tentunya mereka harus siap untuk mengelola fasilitas itu sendiri,” tuturnya.

Haris menekankan pentingnya bagi warga untuk memahami konsekuensi dari penyerahan PSU kepada pemerintah. Namun, bila warga tidak setuju dengan kebijakan yang diterapkan, maka harus siap untuk mengelola fasilitas tersebut secara mandiri, tanpa adanya intervensi dari pemerintah.

Diharapkan dari hasil pertemuan ini dapat ditemukan solusi yang menguntungkan semua pihak, serta menciptakan kesepakatan yang memperhatikan keamanan, kenyamanan, dan kepentingan bersama, sehingga akses jalan dapat digunakan dengan baik oleh masyarakat secara luas. (*)

Penulis: Yandri Rinaldi