
IKNBISNIS.COM, BALIKPAPAN – Tren perokok remaja di Balikpapan Barat menunjukkan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
Puskesmas Baru Tengah menyebut bahwa sebagian besar remaja mulai mencoba rokok sejak usia SMP, lalu berkembang menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan ketika memasuki jenjang SMA.
Dokter umum Puskesmas Baru Tengah, dr. Agustinus Wendhi Widata mengatakan, terkait fenomena itu perlu mendapat perhatian serius, terutama karena usia pertama kali mencoba rokok berpengaruh besar pada tingkat kecanduan.
“Tren merokok sudah dimulai di usia SMP dan terus meningkat. Semakin muda seseorang mulai merokok, semakin sulit proses berhentinya nanti,” kata Wendhi, Jumat (14/11/2025).
Menurutnya, banyak remaja tidak menyadari bahwa rokok membawa dua jenis dampak yakni jangka panjang pada kesehatan, dan jangka pendek berupa adiksi.
“Masalah utama rokok ada pada adiksinya. Dampak kesehatan akan muncul nanti, tetapi dampak kecanduannya dialami sekarang, termasuk gangguan ekonomi dan kesulitan mengontrol aaaakebutuhan merokok,” jelasnya kepada wartawan IKNBISNIS.COM.
Fenomena remaja yang merasa bisa berhenti kapan saja menjadi tantangan terbesar. Remaja cenderung percaya bahwa mereka masih bisa mengendalikan kebiasaan tersebut, padahal adiksi nikotin justru bekerja lebih kuat pada usia remaja dibanding orang dewasa.
Hal itu, sebut Wendhi, dipengaruhi oleh perkembangan otak remaja yang masih aktif dan lebih responsif terhadap zat adiktif.
Puskesmas menilai bahwa perilaku merokok di usia muda biasanya berawal dari rasa penasaran, pengaruh pergaulan, dan minimnya pengawasan orang tua di rumah.
Selain itu, akses rokok yang mudah dan iklim sosial yang permisif membuat remaja merasa kebiasaan itu bukan masalah besar.
Wendhi menekankan, intervensi untuk menghentikan kebiasaan merokok remaja tidak bisa hanya berupa penyuluhan. Lingkungan sekolah dan keluarga harus terlibat secara aktif.
“Remaja yang baru mulai merokok sering merasa tidak perlu berhenti sekarang. Padahal semakin lama mereka menunggu, semakin kuat kecanduannya,” ungkapnya.
Untuk mendeteksi kebiasaan merokok lebih dini, sekolah disarankan memberikan perhatian pada perubahan perilaku siswa seperti sering absen, penurunan konsentrasi belajar, atau meningkatnya interaksi dengan kelompok tertentu.
Tanda-tanda tersebut sering menjadi indikator awal remaja mulai mengenal rokok.
Di sisi lain, Puskesmas Baru Tengah juga mendorong orang tua untuk memahami bahwa remaja yang mulai merokok membutuhkan pendekatan yang tidak menghakimi.
Bagi Wendhi, keterlibatan keluarga dalam memberikan dukungan, termasuk mengenalkan program konseling berhenti merokok, sangat berpengaruh pada keberhasilan mereka melepaskan diri dari kecanduan.
Ia berharap, kesadaran semua pihak dapat meningkat agar perilaku merokok di usia remaja tidak semakin meluas.
“Kami ingin semua pelajar mendapatkan informasi yang benar tentang bahaya rokok, sekaligus akses untuk konseling jika ternyata sudah mulai merokok,” tegasnya.
Sebab dengan meningkatnya tren perokok sejak usia SMP, upaya pencegahan dan pendampingan dinilai menjadi langkah penting supaya generasi muda tidak terjebak dalam kecanduan yang berkepanjangan. (*)