IKNBISNIS.COM, BALIKPAPAN – Upaya penanganan adiksi rokok dan narkoba umumnya masih menghadapi sejumlah kendala, mulai dari stigma, rasa takut dilabeli pengguna, hingga jarak layanan yang dianggap tidak terjangkau oleh masyarakat.

Puskesmas Baru Tengah menjawab persoalan tersebut melalui pendekatan layanan yang mendekat ke warga (service proximity), dengan menghadirkan konseling adiksi langsung di puskesmas melalui kemitraan formal bersama Badan Narkotika Nasional (BNN).

Kepala Puskesmas Baru Tengah, drg. Rulida Osma Marisya, menjelaskan bahwa kendala terbesar dalam layanan adiksi bukan pada metode penanganan, tetapi pada keberanian masyarakat untuk datang dan mengakses layanan.

“Ada kekhawatiran dilihat negatif, ada yang takut dianggap pelaku kriminal. Padahal konseling adalah bagian dari pemulihan kesehatan, bukan proses hukum,” terangnya kepada wartawan IKNBISNIS.COM, Senin (10/11/2025).

Oleh karena itu, Puskesmas Baru Tengah menginisiasi inovasi KLASIK yang terdiri dari dua subprogram yaitu SENJA untuk penanganan adiksi NAPZA, dan SORE untuk layanan berhenti merokok.

Lewat inovasi tersebut, ujar Rulida, konseling tidak lagi dipusatkan di kantor BNN, namun difasilitasi di Puskesmas. Petugas BNN hadir secara terjadwal untuk memberikan pendampingan tanpa menghilangkan aspek kerahasiaan klien.

Baginya, pendekatan itu terbukti mendorong peningkatan akses layanan. Sejak dijalankan, 11 klien yang terdeteksi penggunaan NAPZA menjalani konseling kolaboratif, dan seluruhnya dinyatakan bebas zat setelah masa pendampingan.

Sementara pada program berhenti merokok, tingkat keberhasilan mencapai 81 persen dari peserta konseling yang menjalani program secara penuh.

Selain meniadakan hambatan akses, strategi ini juga mengubah persepsi masyarakat terhadap layanan adiksi. Puskesmas menjadi ruang yang lebih netral, dekat, dan tidak mengintimidasi.

“Ketika layanan diberikan dalam lingkungan yang sudah familiar, warga lebih terbuka dan lebih percaya untuk mengikuti proses pendampingan,” tutur Rulida.

Ia mengungkapkan bahwa layanan tersebut juga diperluas melalui kemitraan dengan sekolah dan perusahaan untuk menjangkau kelompok yang rentan terpapar perilaku adiktif.

Salah satu implementasi berhasil dijalankan di SMP Negeri 25 Balikpapan serta perusahaan Pertamina Transkon melalui program konseling berhenti merokok bagi pelajar dan pekerja.

Ia berharap, Puskesmas Baru Tengah dapat memperkuat strategi edukasi publik dan mendorong program berbasis kader di wilayah Balikpapan Barat. Sehingga pemantauan dapat berjalan lebih dekat dengan masyarakat.

“Prinsipnya adalah mendekatkan layanan, bukan menunggu orang datang. Ini bagian dari transformasi layanan kesehatan primer,” pungkas Rulida.

Ia menyakini, dengan pendekatan layanan yang humanis dan berbasis kolaborasi dapat menjadi contoh model implementasi program penanganan adiksi yang adaptif, serta dapat direplikasi oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama lainnya di Indonesia. (*)

Penulis: Yandri Rinaldi