
IKNBISNIS.COM, BALIKPAPAN-Rencana pemerintah untuk menerapkan sertifikasi halal untuk angkutan transportasi logistik jalan raya, terutama truk, dikritik pengamat transportasi dan anggota DPR-RI terpilih periode 2024-2029 Bambang Haryo Soekartono (BHS).
Dalam siaran pers yang disampaikan, Jumat (30/8/2024), BHS menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak berdasarkan pertimbangan yang komprehensif dan terkesan mengada-ada.
BHS memandang, penerapan sertifikasi halal untuk sektor transportasi logistik jalan raya sulit diterapkan mengingat banyaknya komponen yang perlu diawasi.
“Transportasi logistik selalu bergerak, arah serta tujuannya tidak dapat dipantau secara kontinu oleh pemerintah. Tidak ada kewajiban bagi transportasi logistik untuk melaporkan pergerakannya selama perjalanan,” ungkapnya.
Hal ini membuat sulit bagi regulator untuk memastikan proses pengangkutan telah memenuhi standar kehalalan.
Selain itu, lanjut dia menerangkan jika truk bersertifikasi halal, maka pengemudinya juga harus mematuhi standar halal yang sama.
BHS pun mempertanyakan kemampuan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk memantau jutaan truk yang beroperasi di seluruh Indonesia.
“Apakah BPJPH siap menempatkan 6 juta orang untuk mengawasi setiap truk dan tindakan pengemudinya?” tegas BHS.
Dia juga menambahkan bahwa jika kebijakan ini diterapkan, infrastruktur jalan, Crane di pelabuhan, hingga para pekerja bongkar muat pun perlu sertifikasi halal. Hal itu berpotensi menambah kerumitan dan beban regulasi.
BHS menekankan bahwa sektor transportasi berbeda dengan industri makanan dan minuman yang produksinya dapat diawasi dalam satu lokasi.
“Transportasi jalan raya sudah diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2009 yang hanya mengatur tentang keselamatan, keamanan, dan kenyamanan, bukan sertifikasi halal,” lanjutnya.
Dia juga mengkhawatirkan bahwa biaya sertifikasi akan membebani pengusaha truk dan meningkatkan biaya logistik, yang akhirnya akan berdampak naiknya harga barang dan inflasi.
Kebijakan ini, jika dipaksakan, masih menurut BHS, berpotensi memicu mogok nasional dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) dan menyebabkan kelangkaan barang di pasaran.
“Jika truk tidak bersertifikat halal, tidak bisa mengangkut produk bersertifikat halal akan menyebabkan ketidakseimbangan Supply dan Demand serta kenaikan tarif logistik,” jelasnya.
BHS, yang juga menjabat sebagai penasihat Asosiasi Penyeberangan (Gapasdap), menegaskan bahwa kebijakan ini akan merugikan dunia usaha transportasi secara keseluruhan. (*)