
IKNBISNIS.COM, BALIKPAPAN – Akademisi di Kalimantan Timur (Kaltim) menilai penggunaan energi nuklir sebagai salah satu solusi strategis bagi Indonesia untuk mencapai swasembada energi nasional.
Selain murah dan efisien, nuklir juga dinilai mampu memperkuat ketahanan energi di tengah meningkatnya kebutuhan listrik dan keterbatasan sumber daya fosil.
Peneliti energi dari Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi (STT Migas) Balikpapan, Dr Andi Jumardi dalam diskusi publik yang mengusung tema “Meneropong 1 Tahun Kemandirian Energi Nasional Era Prabowo–Gibran dari Borneo” di Balikpapan, Jum’at (17/10/2025), menyampaikan bahwa pengembangan potensi nuklir sangat penting, utamanya untuk kelistrikan.
“Kalau berbicara soal energi, terutama untuk kelistrikan, Orang yang memiliki konsentrasi di bidang energi pasti setuju soal nuklir,” kata Andi.
Ia menilai, Kalimantan menjadi salah satu wilayah potensial untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) karena kondisi geologinya relatif aman dari gempa.
Andi menjelaskan, hasil penelitian menunjukkan Kalimantan Barat memiliki cadangan uranium yang bisa diperkaya dan memenuhi kriteria keekonomian untuk mendukung proyek PLTN nasional.
“Saya pernah terlibat dalam penelitian tentang small modular reactor dan uranium yang diperkaya. (Daerah) yang lebih potensial untuk pengembangan PLTN justru di Kalimantan Barat, karena di sana ada cadangan uranium yang bisa memenuhi aspek keekonomian,” ujarnya.
Senada dengan Andi, ekonom Universitas Mulawarman (Unmul) Purwadi Purwoharsojo menyebut energi nuklir justru bisa menjadi solusi “manusiawi” untuk kesejahteraan rakyat. Selain membuat listrik jadi lebih murah, PLTN juga rendah emisi.
Ia menilai riset-riset Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sudah sangat maju, namun belum diimplementasikan secara serius.
Saat ini, kata dia, teknologi nuklir sudah jauh lebih aman dengan sistem modular generasi keempat yang efisien dan minim risiko.
“BATAN itu seperti orang yang disuruh latihan tinju, tapi tidak pernah naik ring. Hasil riset teman-teman BATAN itu kalau dikumpulkan sudah sampai tembus plafon risetnya,” kata Purwadi.
Lebih lanjut, Ia juga menyinggung pemanfaatan nuklir sebagai sumber energi terbarukan yang pernah disampaikan Presiden pertama RI, Soekarno.
Para akademisi di kampus pun juga sudah menunggu lampu hijau dari pemerintah untuk pemanfaatan nuklir.
“Teman-teman Himpunan Mahasiswa Nuklir itu menunggu statement tentang Indonesia ‘go nuclear’. Padahal Soekarno itu pernah bilang tahun 1965, beliau sudah membayangkan suatu saat kita akan perlu nuklir,” ucapnya.
Sementara itu, pakar kebijakan publik Unmul, Dr Saipul, menilai bahwa energi nuklir memang memiliki keunggulan biaya produksi yang rendah, namun perlu tata kelola yang matang.
“Untuk tenaga nuklir, memang dari sisi biaya produksi lebih murah dibandingkan dengan diesel atau batu bara. Tapi biaya risikonya dan mitigasinya lebih tinggi. Misalnya kebocoran uranium dan dampak lingkungan, itu berbahaya,” terangnya.
Oleh karena itu, ia menekankan perlunya standar keamanan dan penanganan risiko yang ketat sebelum proyek PLTN direalisasikan.
Pun demikian, Saipul tidak menutup peluang pengembangan nuklir di Indonesia.
Ia menyebut, melalui sinergi erat antarlembaga dan dukungan internasional, Indonesia bisa memanfaatkan teknologi nuklir dengan aman.
“Indonesia punya peluang untuk menerapkan energi nuklir. Tapi bahan bakunya harus diperhatikan, apakah kita punya bahan baku sendiri dengan biaya murah, atau masih harus impor dari luar?,” tuturnya.
Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang mempersiapkan draft Peraturan Presiden yang mengatur Badan Pembangunan Pembangkit Nuklir atau Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO). Perpres tersebut ditargetkan akan rampung tahun ini.
Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan kehadiran Perpres itu akan menjadi dasar untuk mengeksekusi pembangunan pembangkit nuklir pertama di Tanah Air.
Dia mengatakan draft awal peraturan tersebut sudah dibahas bersama Dewan Energi Nasional (DEN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Sekretariat Negara dan Kementerian Hukum. “Kami sudah berdiskusi,” kata Eniya usai menghadiri acara Human Capital Summit 2025 di JCC Senayan, Jakarta pada Rabu (4/6/2025). (*)